Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Sahabat Itu...

Ini menurut saya jadi hal yang nggak akan saya lupa di seumur hidup saya. Kita deket banget, dari kita MABA, dan sampe di semester 7 perkuliahan (saat saya menulis ini) saya tahu, sahabat saya itu bagaimana semangat hijrah nya. Selalu ngajarin saya tentang kebaikan. Memberi solusi dalam banyak masalah. I think selama hampir 3,5 tahun itu kita nggak pernah punya masalah yang berarti. Saya juga bukan tipikal yang beperan dan pekaan, jadi hampir nggak pernah menganggap sesuatu itu adalah hal yang sepenting itu. 26 November waktu itu, pertama kalinya saya merasa kita berdua punya hubungan yang renggang banget. Awalnya saya pikir itu cuma untuk sementara, mungkin mau PMS. Kita nggak pernah lagi saling berbagi cerita, dia nggak pernah lagi menghampiri kamar saya, dan saya sesungkan itu buat ngajakin ngomong seperti biasa, karna nanti moodnya semakin rusak. Sesederhana itu bagi saya, dan itu berlangsung lama sampai di Jumat di minggu yang sama. Malam itu saya ada janji untuk rapat kepenguru...

Menyepi dalam Ruang Rindu

Aruna menatap sendu pada sungai yang mengalir, memberi nuansa hidup pada hidupnya yang sunyi. 35 tahun setelah kematian suaminya, meninggalkan dirinya seorang diri tanpa anak. Tak hanya meninggalkan jejak rindu kebersamaan, tapi juga harta yang bergelimang. Tak hanya menyisakan kenangan indah, tapi juga kesunyian yang berjalan. Dialihkannya tatapannya pada makanan di meja kayu jati yang sewarna dengan gula jawa, dipikirnya kembali. 500 ribu untuk satu mangkuk mie dan seafood serta segelas smoothies mangga. Duduk sendiri, disuguhi cahaya lilin, menikmati tenggelamnya matahari yang seolah hanya angin lalu. Aruna semakin waktu semakin menyadari kesendiriannya, sudah cukup banyak krim anti aging yg dia habiskan tetap tak mampu menutupi kerut di tiap inci kulit mulusnya, dirinya semakin sadar sudah berapa lama dia habiskan dalam kesunyian, menjadi aktris panggung sandiwara dunia, memakai topeng dalam tiap jengkal langkahnya, dan membentuk senyum hanya demi awet muda. Ah, terlalu larut d...

Manusia dan Dosa

The power of , seolah manusia itu tak ada salah. Dosa kecil dianggap tidak dosa, dan dosa besar dianggap biasa, sehingga puing-puing berkah yang Allah beri tak lagi tertanam dalam hati. Melihat Lombok, lalu Palu, Donggala, Sigi, kemudian pesawat Lion, Innalillahi wainnailaihi rojiuun,, semuanya pasti akan kembali pada Allah. Apabila tanda-tanda akjir zaman muncul saat zaman para sahabat, maka mereka pasti akan menangis tersedu, tapi siapa kita? Tak mau menerima teguran dari Allah, merasa tak punya salah dan tak ada yang harus ditegur. Kita siapa? Merasa masih bebas menikmati hiruk-pikuk dunia, masih merasa ada banyak waktu untuk menuangkan nafsu, seolah masih ada banyak waktu untuk bertaubat. Dalam banyak hal, kadang saya berpikir, dunia dan akhirat memang hal linier. Dunia itu jembatan menuju tempat yang kekal, menuju tempat pertanggung jawaban, dan tempat balasan. Harta, tahta, bahkan keluarga semua Allah titipkan, ilmu, juga Allah titipkan. Hanya kita yang menentukan, mau d...

Eyang Wiwiek feat. Mother Wearers

Eyang Wiwiek feat. Mother Wearers 7 Oktober lalu, saya dan salah seorang rekan sedang berburu buku-buku diskon 87%, wah the meaning of heaven itu ya bazaar buku yang murahnya pakai banget. Bukunya buku baru, terus kertasnya juga bukan koran, jadi otomatis itu bukan buku bajakan. Harga paling murah yang saya beli itu 15k, dan yang paling mahal 20k, emang sengaja cari yang murah tapi kualitas numero uno . Ada empat buku yang masuk kantong belanja saya, “Penjelasan Alamiah Ibadah Harian”, “The power of scince” “Alquran dan Yahudi”, serta “Penjelasan umum dalam beribadah.” Memang tidak berniat membeli novel sih , selain karna harga-harga novel lebih mahal, saya juga punya banyak novel di reading list yang masih menanti dibuka bungkusnya, jadi memang pure nambah wawasan sih ya, supaya hari menjelang detik-detik ujian terasa produktif. Tapi, sesuai judulnya, bukan masalah diskon buku inti tulisan ini, tapi mengenai Eyang Wiwiek. Jadi bazaar buku diadakan di T...

Poligami

Tiga Sahabat yang Bersepakat untuk Satu Suami Tigas Mahasiswa ini sepakat untuk menikah dengan satu suami. Bila ada yang terlebih dahulu dilamar, maka akan mengenalkan teman-temannya. ... "Suami saya buta, dan saya mencari madu untuk bersama sama meraih surga" Ah , Adinda hanya mematung di depan artikel yang baru saja diantar reporternya. Konten ini akan jadi highlight di Majalah edisi bulan ini. Hatinya agak mencelos membaca berita yang harus dia edit ini. Sebagai jomblo fi shabilillah , ah jomblo karena keenakan kerja sepertinya, Adinda bahkan belum terpikir mencari jodoh di seperempat abad usianya saat ini. Sedangkan fakta yang terkapar dihadapannya memberinya sedikit rasa malu. Untuk menyempurnakan agamanya saja dia masih belum mau, bagaimana dengan para wanita-wanita tangguh ini? Di sisi yang satu, mereka ingin menjadi teman se surga, sehingga ikhlas berbagi belahan jiwa. Di sisi yang lain, seorang wanita yang sudah sempurna agamanya juga ingin membantu saudaran...

Tips Trick Memulai Biro Arsitek oleh Pak Andi Rahman

Sebagai mahasiswa, ada banyak kondisi yang bikin bingung, what should I do if I'm not a student anymore? That's why Pak Andi Rahman, sebagai Principal Architect segaligus owner Andi Rahman Arsitek, mulai membagi pengalaman beliau dalam memulai sebuah biro. Sebagai orang yang memulai bisnis secara otodidak, beliau memberi tips and trick buat kita sebagai mahasiswa yang ingin memulai biro. 1. Lewat media sosial 2. Biarkan karya jadi marketing 3. Jangan pasang murah 4. Kerjakan dengan hati, untuk portofolio 5. Bikin blog untuk marketing dan publikasi 6. Lewati satu karya terbangun 7. Buat website 8. Butuh partner 9. Dokumentasi proses design 10. Website memberi cerita, denah, (dipakai mahasiswa dan orang awam) 11. Website with link social media Instagram You-tube FB Twitter 12. Website biar googling untuk jadi SEO 13. Bikin buku 14. Ikut pameran 15. Sayembara shortcut to great! 16. Tract record sayembara untuk mahasiswa untuk membuka pikiran kita. 1...

Percuma!

"Mul, kok aku pesimis ya" "Yo Tiryo, kapan tho kamua ndak pesimis? Pesimis karna opo tho ?" "Pesimis sama negri tumpah darah Mul, ah ! Apalagi sebentar lagi ulang tahun" "Udahlah Yo, politisasi itu bukan buat orang-orang seperti kamu. Mending kamu pikir besok mau makan apa! Butuh duit banyak Yo untuk mengerti alur ini! Remah kuaci seperti kita, cuma bakal jadi penikmat!" " Lha , harusnya masalah kenegaraan terbuka untuk semua dong Mul! Mana hakikat demokrasi yang dijunjung tinggi itu?! Aku saja sepanjang hidup cuma kepikiran kalau-kalau digusur Satpol PP mau lanjut buka lapak dimana!" "Itu dia masalahmu Yo, suaramu saja kamu obral toh tiap peperangan paku! Gimana kamu mau peduli sama negri tumpah darah?" "Aku sadar Mul, aku bahkan hanya menyampah di ibu pertiwi. Aku digusur bulak-balik sama pemerintah yang katanya pro rakyat kecil!" "Makanya Yo, mulai sekarang fokusmu harus diganti!" "Diganti...

Nikmat Allah itu..

Sebelumnya pasti udah banyak yang mendengar istilah, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) nikmat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Mahabijaksana.” Awalnya saya hanya menganggap, wah iya ya , nikmat mendengar, nikmat melihat, nikmat berjalan, nikmat bisa memegang, dan nikmat bisa makan, hal-hal besar seperti itu yang selalu saya pikirkan. Namun, beberapa hari yang lalu, saya mulai menyadari, nikmat itu terlalu luas kalau dikategorikan seperti itu. Beberapa hari lalu, saya pergi ke Bali bersama teman-teman, otomatis kita jalan-jalan. Ngunjungin beberapa karya arsitektur hebat di Bali, ngunjungin pantai, keliling kota, dan juga mengunjungi sebuah kampung terbersih disana. Saat perjalanan kita melewati area pegunungan, dan waktu itu kondisinya saya memang lagi pilek sih , jadi meler terus selama perjalanan. Saat sampai ...

Tuhan!

Sambil duduk sembari menunggu senja menghiasi langit Bali sore itu, Tino menatap gapura kokoh yang mengapitn ya. Dwarapala yang mengawal gapura itu membuatnya tersenyum. Ah andai dia selalu dikawal seperti itu, mungkin hidupnya akan lebih baik. Saat sang senja sudah terlukis dia mulai berpikir, ah bergandengan mesra dengan background senja pasti akan indah. Ah ! Kenapa berpikir gandengan.? Memahami Tuhan saja ia masih enggan. Apalagi memikirkan yang lain. Sambil melempar arah pandangan ke lautan luas, dia semakin berpikir untuk melupakan Tuhan. Jiwanya takut, takut mengetahui Tuhan Maha Pengampun, dan dirinya masih enggan meminta ampun. Tuhan Maha Pemaaf, tapi dia masih enggan untuk merasa membutuhkan maaf. Dibaringkannya tubuh ringkihnya di atas pasir pantai yang kasar. Ditutupnya matanya dengan pergelangan tangan, diresapinya selama 82 tahun ini, apa saja yang sudah dilakukannya. Diresapinya dirinya yang berasal dari tanah, dan akan kembali ke tanah. Namun apa yang sudah dibe...

Dia

Dia menghapus sisa-sisa air yang menetes dari mulutnya. Vodka memang cukup nikmat untuk tengah malam dingin seperti ini. Mengamati sekitarnya, dia melangkah menuju lantai atas club hingar bingar yang dipandu DJ kenamaan itu. Kanan kirinya penuh orang mabuk. Siapa yang peduli, mereka butuh senang untuk rehat dari hidup yang mereka pikir kacau. Mengusap senapan keluaran Amerika itu, dia mulai mencari mangsanya. Setelah menemukan titiknya, seorang paruh baya yang menikmati minum sendiri di ruang VIP tertutup. Memang kesempatan tak akan datang dua kali. Diayunnya pasti lengannya dengan senapan itu menuju sang pria. Tanpa suara ledakan, peluru itu berhasil menyentuh tepat di jantung. Tak ada yabg dapat menolong, pria tua itu sedang menyendiri. Dengan tenang sang pria senapan mulai turun dan berjalan melalui pintu keluar dengan bahagia. Dia tinggal menunggu uang datang di rekeningnya yang entah keberapa. Melewati tengah kota, dia yang selalu tertutup masker hitam mulai menyeringai ke ara...

Ariniku!

22 September 2018 Aku cukup terkesima dengan wanita di depanku. Ya, pagi tadi dia sudah ada di depan apartemen studio yang kusewa kurang lebih dua tahun terakhir. Ah ! Arini selalu terlihat cantik dengan pakaian apapun, bahkan saat dia terlihat lebih kurus dan pucat seperti saat ini pun, dia tetap menawan. Senyumku tak berhenti mekar saat dia menyajikan masakannya untukku. Calon istri idaman memang. Kami mulai menyusuri satu demi satu varian kera-dan sebangsanya, tersenyum sambil merangkul mesra. Ah , bahkan kami menjadi tontonan gratis pengunjung lain. Aku agak malu sebenarnya, tapi kata Arini, toh tak ada yang mengenal kami. Hari-hari terus terlewati. Tak ku sangka sudah dua minggu Arini menemaniku. Ini sudah saatnya aku kembali ke rumah seperti jadwal biasa. Setiap libur semester, aku akan kembali ke Jakarta menemui keluargaku. Heran sejujurnya, Arini tak pernah mau aku ajak ke Singapore menemaniku. Aku bahkan pernah menawarkan pernikahan padanya, tapi dia bilang dia menungguku...

Masih Sama

Rasanya masih sama Masih sedalam itu Masih sejauh itu Dan masih sesakit itu Konfigurasi huruf ini masih meninggalkan kesan yang sama harunya Ah! Kau masih sama indahnya Entah harus berjalan berapa lama lagi untuk mengurangi rasanya Untuk memberi bumbu berbeda pada rasanya Hatiku masih kamu juga penjaganya Bila semua diksi puitis dimulai dari hancurnya hati Kenapa selalu aku yang rasa Kenapa selalu aku yang hancur Kenapa selalu aku yang sadar bahwa kamu juga selalu tak peduli Umara Hasmarani Rizqiyah Hasibuan Kota Dingin, 31 Juli 2018

Rasa

Setelah semuanya, sekarang benar-benar akhir dari perjuanganku. Kedekatan yang terjalin selama empat tahun terakhir meninggalkan kenangan yang indah dalam hatiku. Dinginnya kota Batu fajar itu tidak semeremukkan rusuk seperti sakitnya hati ini. Besok adalah hari bahagia pria itu. Ya, kedekatan kami setelah dia membantuku di masa orientasi kala itu hanya angin lalu baginya. "Kamu saudaraku yang paling terbaik." Ah ! Salahkah aku menuntut lebih. Aku tau ini salah, hatiku terpaut pada yang bukan miliknya. Wanita yang dijumpainya satu bulan lalu di kajian ustadz kondang itu sudah dia lamar. Lantunan " sah " akan menggema besok. Sambil memandangi embun yang menempel di jendela bus, aku mulai merenung. Harusnya aku tidak kabur, harusnya aku melihatnya untuk terakhir kali, tapi apakah hatiku mampu? "Lho, Saiful! Ternyata ente toh?" Panggilan dari sebrang kursi itu membuat hatiku semakin hancur. Umara Hasmarani Rizqiyah Malang, 25 Juli 2018 (06.56)