Ini menurut saya jadi hal yang nggak akan saya lupa di seumur hidup saya.
Kita deket banget, dari kita MABA, dan sampe di semester 7 perkuliahan (saat saya menulis ini) saya tahu, sahabat saya itu bagaimana semangat hijrah nya. Selalu ngajarin saya tentang kebaikan. Memberi solusi dalam banyak masalah. I think selama hampir 3,5 tahun itu kita nggak pernah punya masalah yang berarti. Saya juga bukan tipikal yang beperan dan pekaan, jadi hampir nggak pernah menganggap sesuatu itu adalah hal yang sepenting itu.
26 November waktu itu, pertama kalinya saya merasa kita berdua punya hubungan yang renggang banget. Awalnya saya pikir itu cuma untuk sementara, mungkin mau PMS. Kita nggak pernah lagi saling berbagi cerita, dia nggak pernah lagi menghampiri kamar saya, dan saya sesungkan itu buat ngajakin ngomong seperti biasa, karna nanti moodnya semakin rusak. Sesederhana itu bagi saya, dan itu berlangsung lama sampai di Jumat di minggu yang sama. Malam itu saya ada janji untuk rapat kepengurusan untuk ORDA, dan sembari menunggu yang lain datang, saya memang sudah mempersiapkan untuk me-WA sahabat saya itu. Karna saya cukup nggak enak hati buat ngomong langsung, bukan nggak enak hati sih, lebih ke "lewat media sosial mungkin lebih nyaman". Akhirnya saya WA, saya tanya dia marahkah dengan saya. Dan saya nggak pernah menyangka jawaban bahwa dia kecewa dengan saya yang dia balas. Teringat kejadian hari minggu kalau lantai kosan itu kena kencing kucing, saya waktu itu emang sempet terlintas buat ngajakin bersihin, tapi karna entah apa, saya nggak inget bahwa pikiran itu bakal terlintas. Waktu itu juga saya mikirnya, oh kan saya nggak piket. It was so terrible things. Ternyata dia kecewa dengan saya, dia berharap saya punya inisiatif buat ngajakin bersihin najisnya, cuma ternyata saya terlihat terlalu sibuk dengan tugas. Dia kecewa, karna semua yang kita lakukan di dunia pasti ditanya di akhirat, dan dia kecewa karena saya setidak peduli itu. Yah, saya nggak menyalahkan itu memang karna saya juga se desperate itu sama tugas yang numpuk. Dia kecewa, karna pasti tiap hal yang kita lakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Menahan tangis di depan forum rapat saya mulai merenung. Apa hidup bersosial saya serendah itu, sepanjang malam saya fokuskan mengikuti rapat, tapi setelah pulang, saya kembali merenung, baik banget Allah ke saya, memberi sahabat yang juga memikirkan akhirat saya, walaupun saya bukan tipikal peka yang sadar kode, tapi saya tau saya salah. Sebenarnya di hari senin saya sudah menganak buat goro di hari Jumat/sabtu nya gitu, soalnya takutnya temen yang lain lagi sibuk, tapi ternyata selasanya sahabat saya membersihkan lantai kosan.
Malam itu air mata saya tak bisa saya bendung, selama ini membaca buku, mendengarkan ceramah, tapi itu cuma untuk saya dengar saja, belum pernah saya aplikasi kan dalam hidup saya. Dan Allah tegur saya lewat sahabat saya. Ah, terlalu sulit untuk dijelaskan bagaimana kacaunya perasaan saya. Air mata yang saya keluarkan saat membaca kembali chat WA kami sulit untuk dihentikan, saya juga bingung mau menata hati seperti apa. Saat menulis ini pun, air mata tak sanggup saya bendung,
Terimakasih ya Allah, engkau ingatkan hamba yang bahkan rasa-rasanya terlalu egois dan tak bisa peka terhadap manusia lainnya, rasanya.... Ah, 😭😭😭😭
Malang
Sabtu, 30 November 2018
01.21
Komentar
Posting Komentar