Sebelumnya pasti udah banyak yang
mendengar istilah, “Dan seandainya
pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan
kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) nikmat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Mahabijaksana.”
Awalnya saya hanya menganggap, wah iya ya, nikmat mendengar, nikmat melihat, nikmat berjalan, nikmat bisa
memegang, dan nikmat bisa makan, hal-hal besar seperti itu yang selalu saya
pikirkan. Namun, beberapa hari yang lalu, saya mulai menyadari, nikmat itu
terlalu luas kalau dikategorikan seperti itu.
Beberapa hari lalu, saya pergi ke
Bali bersama teman-teman, otomatis kita jalan-jalan. Ngunjungin beberapa karya arsitektur hebat di Bali, ngunjungin pantai, keliling kota, dan
juga mengunjungi sebuah kampung terbersih disana. Saat perjalanan kita melewati
area pegunungan, dan waktu itu kondisinya saya memang lagi pilek sih, jadi meler terus selama perjalanan.
Saat sampai di tempat istirahat,
rasanya telinga saya seperti tertutup, kayak kalau naik pesawat, dan itu
berangsur lama banget. Saya mulai searching
bagaimana cara menyelesaikannya. Nah,
penyebabnya ternyata tekanan udara yang tak seimbang, jadi ada saluran yang
bahkan tidak lebih besar dari lobang telinga “Tuba Eustachian” namanya, saluran itu tertutup, sehingga
menyebabkan telinga seperti tersumbat.
Ada banyak cara yang ditawarkan,
banyak minum air putih, bernapas dari hidung yang tertutup secara perlahan, nelen ludah kuat-kuat, mengunyah,
menggerakkan rahang, dan semua saya lakukan. Tapi telinga masih seperti tersumbat.
Semalaman bahkan saya tidak bisa tertidur, ngantuk pun tidak saya rasakan,
hanya sakit di telinga yang tak berhenti, bahkan semakin menjadi. Sampai adzan
subuh berkumandang pun saya masih merasakan sakitnya. Akhirnya pagi itu setelah
melihat matahari terbit di Sanur, dilanjutkan sarapan, kemudian saya ke klinik Kimia
Farma. Berkonsultasi sebentar dengan pakar obatnya, kemudian disarankan untuk
menggunakan obat tetes. Akhirnya obat seharga 77.000 itu saya gunakan. Alhamdulillah,
telinga saya berangsur membaik. Tapi ya memang tidak saya gunakan rutin
setelahnya. Karena itu bukan resep dokter. Alhamdulillah juga, setelahnya saya
sudah bisa istirahat. Sudah bisa tertidur dan telinga sudah tidak sakit sama
sekali.
Sebelum ke klinik malam itu, saya
sempat membaca sebuah artikel, penulisnya juga merasakan apa yang saya alami. Ada
doa yang penulis tersebut baca sebelum periksa ke dokter, yaitu:
Allahumma aafini fi
badani
Allahumma aafini fi sam’i
Allahumma aafini fi bashari
Ya Allah sehatkan badanku
Ya Allah sehatkan pendengaranku
Ya Allah sehatkan penglihatanku
Sepanjang merasakan rasa sakit saya selalu membaca itu,
rasanya hanya sekecil itu nikmat yang Allah ambil, tapi saya bahkan tidak bisa
menikmati nikmat lain. Sempat terpikir, mungkin kalau saya berada dalam
lingkungan medis, akan ada banyak sekali nikmat Allah yang bisa saya resapi.
Setelah menggunakan obat tetes
itu satu hari, saya mulai menelfon ibu, saya ceritakan bahwa telinga saya
sepert tertutup, dan setelah itu telinga saya mulai berdenging, tapi ibu bilang
itu tidak apa-apa. Itu memang cara tubuh untuk menetralkan dalam tubuh dan luar
tubuh. Alhamdulillah, saya mulai mencoba menikmati sakitnya, memang tidak
semengganggu sebelumnya. Saya tetap bisa tidur, bisa makan, bisa mencuci baju,
dan masih bisa konsultasi bersama dosen. Alhmadulillah.
Umara Hasmarani Rizqiyah Hasibuan
7 Agustus 2018
Komentar
Posting Komentar