Sambil duduk sembari menunggu senja menghiasi langit Bali sore itu, Tino menatap gapura kokoh yang mengapitn ya. Dwarapala yang mengawal gapura itu membuatnya tersenyum. Ah andai dia selalu dikawal seperti itu, mungkin hidupnya akan lebih baik.
Saat sang senja sudah terlukis dia mulai berpikir, ah bergandengan mesra dengan background senja pasti akan indah. Ah! Kenapa berpikir gandengan.? Memahami Tuhan saja ia masih enggan. Apalagi memikirkan yang lain.
Sambil melempar arah pandangan ke lautan luas, dia semakin berpikir untuk melupakan Tuhan.
Jiwanya takut, takut mengetahui Tuhan Maha Pengampun, dan dirinya masih enggan meminta ampun. Tuhan Maha Pemaaf, tapi dia masih enggan untuk merasa membutuhkan maaf.
Dibaringkannya tubuh ringkihnya di atas pasir pantai yang kasar. Ditutupnya matanya dengan pergelangan tangan, diresapinya selama 82 tahun ini, apa saja yang sudah dilakukannya.
Diresapinya dirinya yang berasal dari tanah, dan akan kembali ke tanah. Namun apa yang sudah diberikannya pada tanah.
Ah! Saat seperti ini dia sering merindukan Tuhannya, tapi jiwanya terlalu malu untuk kembali bersujud pada Sang Khalik. Hah! Dia merasa semakin kerdil.
Umara Hasmarani Rizqiyah
Bali, 3 Agustus 2018
05.52
Komentar
Posting Komentar