sumber foto :https://id.pinterest.com/pin/354095589439760478/
Oleh : Umara
Hasmarani
Sebagai
seorang jomblo-ers dari lahir, saya
sebenarnya nggak punya point besar
sih dari ini. Tapi sebagai seorang pe-cinta saya bisa jabarkan dari sudut
pandang saya nih. Selama 19 tahun
saya menjomblo sebenernya sempat sih pengen juga kayak teman-teman yang
lain, yang tiap malem ada yang nelfonin.
Tiap jam-jam tertentu ada yang ngingetin,
udah kayak alarm aja tuh pasangannya. Tapi postingan kali ini
bukan tentang para teken-ers, ini
masih tentang para jomblo-ers. Kok
suka sih nulis tentang jomblo? Nggak
ada alasan khusus sih selain karna
saya berpengalaman banget dengan hal ini. Hehehe.
Pilih mana,
dicintai atau mencintai? Ada nggak sih yang pernah bertanya-tanya soal ini?
Saya sih enggak ya, tapi pengen sharing aja sih, hihihi. Nih, dicintai dan mencintai
itu sama sih konteksnya, sama-sama cinta sepihak. Sama-sama cinta tak terbalas.
Tapi dua hal ini yang membedakan hanya lakonnya aja.
Dicintai itu
kamu berada di posisi antogonis, (duh kayak sinetron aja,) tapi kenyataannya
memang kurang lebih begitu kok, saya punya pengalaman khusus nih tentang ini.
Dari seorang teman, sebut saja Mawar. Kebetulan
kita berada dalam satu jalur, sama-sama seorang jomblo-ers dari lahir.
Tapi, ya
begitu, disini Mawar memerankan watak antagonis. Sebagai seorang perempuan
tulen, ada beberapa hal yang nggak disuka nih sama mereka, kalau mereka nggak
punya perasaan sama cowok itu, tapi
dideketin terus, itu bikin mereka ilfeel sama cowoknya.
Ini nih yang Mawar
rasain. Selama beberapa bulan dia merasa terteror. Padahal dulu dia ngiler sama
temen-temen yang alarmnya bunyi tiap jam tertentu (read: teken-ers), tapi
setelah mengalaminya dia jadi takut sendiri.
Temen saya itu bahkan nggak berani buka
handphone saat itu, lebay sih, tapi dia benar-benar risih, takut, terganggu,
pokoknya nggak tenang deh hidupnya. Tapi waktu dia curhat ke yang lain, temennya
malah bilang “Jangan jahat-jahat poo War, kan arek e nggak ganggu awakmu sih?”
(jangan jahat-jahat War, kan dia nggak ganggu kamu sih). Ya enggak ganggu
secara fisik sih, tapi hati terganggu, jiwa juga resah, jadi intinya terganggu.
Tapi dalam sudut pandang berbeda dia dianggap tidak menghargai perasaan yang
sudah diberikan Tuhan, lha kok bisa sampai disitu coba? Tapi intinya bagi Mawar
dia mengganggu dan bagi beberapa orang Mawar JAHAT, (CAPS LOCK JEBOLL).
Lanjut ke
pembahasan yang satunya nih, (BTW caps locknya udah baik).
Kalau cinta
bertepuk sebelah tangan, wooo mungkin
saya jagonya nih, hihihi. Kali ini
pengalaman pribadi deh. Konsep mencintai
kalau menurut saya, kamu itu cinta dia
tapi dia itu nggak jelas. Kenapa saya bilang nggak jelas? Saya jabarin deh kronologinya.
Cewek itu paling gampang baper. Liat
ganteng dikit histeris.
Cewek itu paling gampang baper. Dikasih
perhatian dikit bawaannya pengen senyum-senyum
Cewek itu paling gampang baper.
Kamu ganteng, kamu perhatian, dia bisa nggak tidur berhari-hari karena
kepikiran muka kamu terus, lebay ya? Tapi memang begitu kok. (NYOLOT BANGET SIH
NI ORANG DARI TADI!)
Lanjut, jadi ceritanya, cerita
lagi ya? Saya itu pertama kali jatuh cinta waktu SMP. Sama, #sensor# nggak ah,
nanti dia baca terus peka lagi, kan saya malu, hehehe. Jadi si ‘Cinta pertama
saya’ itu nggak ganteng gaesss, saya paling suka sama cowok itu hidungnya tapi
si ‘Cinta pertama saya’ punya hidung yang jauh dari kata standart kegantengan
seorang saya, lah kok malah bahas idung? tapi mungkin itu yang namanya cinta,heleh
makin nggak jelas.
Lanjut, nah saya itu enggak
dikasih perhatian sih, tapi saya suka sama si ‘Cinta pertama saya’ itu. Dan
saya suka dia dari awal masuk SMP sampai saya lulus SMP. Tapi satu hal yang
terjadi, kalian boleh ketawa setelah ini, dia nembak sahabatnya sendiri tepat
waktu pengumuman kelulusan. Sakit gengs… sakit. Dalam hal ini yang jadi
antagonis dia kan ya? Bukan saya? Masa dia nggak peka sih saya sukain dari
dulu, tapi ya sudah lah, si ‘Cinta pertama saya’ dan saya sekarang masih
berteman kok, Alhamdulillah.
Dari dua cerita di atas, mending
mana, dicintai atau mencintai?
Kalau jawaban saya, saya lebih
baik untuk mencintai. Kok gitu? Ya alasannya sih simple. Saya cuma nggak mau dicap antagonis, hehehe. Enggak sih,
lebih tepatnya, kayaknya saya nggak mau bikin orang lain jadi sedih aja. Kalo
saya yang sedih kan saya bisa kontrol sendiri, tapi kalau orang lain. Duh saya
nggak berani usik. Sekian
Malang, 6 mei 2017
Komentar
Posting Komentar