Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Percuma!

"Mul, kok aku pesimis ya" "Yo Tiryo, kapan tho kamua ndak pesimis? Pesimis karna opo tho ?" "Pesimis sama negri tumpah darah Mul, ah ! Apalagi sebentar lagi ulang tahun" "Udahlah Yo, politisasi itu bukan buat orang-orang seperti kamu. Mending kamu pikir besok mau makan apa! Butuh duit banyak Yo untuk mengerti alur ini! Remah kuaci seperti kita, cuma bakal jadi penikmat!" " Lha , harusnya masalah kenegaraan terbuka untuk semua dong Mul! Mana hakikat demokrasi yang dijunjung tinggi itu?! Aku saja sepanjang hidup cuma kepikiran kalau-kalau digusur Satpol PP mau lanjut buka lapak dimana!" "Itu dia masalahmu Yo, suaramu saja kamu obral toh tiap peperangan paku! Gimana kamu mau peduli sama negri tumpah darah?" "Aku sadar Mul, aku bahkan hanya menyampah di ibu pertiwi. Aku digusur bulak-balik sama pemerintah yang katanya pro rakyat kecil!" "Makanya Yo, mulai sekarang fokusmu harus diganti!" "Diganti...

Nikmat Allah itu..

Sebelumnya pasti udah banyak yang mendengar istilah, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) nikmat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Mahabijaksana.” Awalnya saya hanya menganggap, wah iya ya , nikmat mendengar, nikmat melihat, nikmat berjalan, nikmat bisa memegang, dan nikmat bisa makan, hal-hal besar seperti itu yang selalu saya pikirkan. Namun, beberapa hari yang lalu, saya mulai menyadari, nikmat itu terlalu luas kalau dikategorikan seperti itu. Beberapa hari lalu, saya pergi ke Bali bersama teman-teman, otomatis kita jalan-jalan. Ngunjungin beberapa karya arsitektur hebat di Bali, ngunjungin pantai, keliling kota, dan juga mengunjungi sebuah kampung terbersih disana. Saat perjalanan kita melewati area pegunungan, dan waktu itu kondisinya saya memang lagi pilek sih , jadi meler terus selama perjalanan. Saat sampai ...

Tuhan!

Sambil duduk sembari menunggu senja menghiasi langit Bali sore itu, Tino menatap gapura kokoh yang mengapitn ya. Dwarapala yang mengawal gapura itu membuatnya tersenyum. Ah andai dia selalu dikawal seperti itu, mungkin hidupnya akan lebih baik. Saat sang senja sudah terlukis dia mulai berpikir, ah bergandengan mesra dengan background senja pasti akan indah. Ah ! Kenapa berpikir gandengan.? Memahami Tuhan saja ia masih enggan. Apalagi memikirkan yang lain. Sambil melempar arah pandangan ke lautan luas, dia semakin berpikir untuk melupakan Tuhan. Jiwanya takut, takut mengetahui Tuhan Maha Pengampun, dan dirinya masih enggan meminta ampun. Tuhan Maha Pemaaf, tapi dia masih enggan untuk merasa membutuhkan maaf. Dibaringkannya tubuh ringkihnya di atas pasir pantai yang kasar. Ditutupnya matanya dengan pergelangan tangan, diresapinya selama 82 tahun ini, apa saja yang sudah dilakukannya. Diresapinya dirinya yang berasal dari tanah, dan akan kembali ke tanah. Namun apa yang sudah dibe...

Dia

Dia menghapus sisa-sisa air yang menetes dari mulutnya. Vodka memang cukup nikmat untuk tengah malam dingin seperti ini. Mengamati sekitarnya, dia melangkah menuju lantai atas club hingar bingar yang dipandu DJ kenamaan itu. Kanan kirinya penuh orang mabuk. Siapa yang peduli, mereka butuh senang untuk rehat dari hidup yang mereka pikir kacau. Mengusap senapan keluaran Amerika itu, dia mulai mencari mangsanya. Setelah menemukan titiknya, seorang paruh baya yang menikmati minum sendiri di ruang VIP tertutup. Memang kesempatan tak akan datang dua kali. Diayunnya pasti lengannya dengan senapan itu menuju sang pria. Tanpa suara ledakan, peluru itu berhasil menyentuh tepat di jantung. Tak ada yabg dapat menolong, pria tua itu sedang menyendiri. Dengan tenang sang pria senapan mulai turun dan berjalan melalui pintu keluar dengan bahagia. Dia tinggal menunggu uang datang di rekeningnya yang entah keberapa. Melewati tengah kota, dia yang selalu tertutup masker hitam mulai menyeringai ke ara...