Well, I love the
statement.
Jadi, setelah saya mencoba untuk mulai mencari, saya mulai
mengamati, saya mengambil hati, saya mencari arti, dan kemudian menemukan jati.
Sehidup semati
Itu kata-kata yang terdengan so sweet dulunya, saya ingat, waktu SD dan diberi tontonan cinta-cintaan oleh
saluran TV, it sounds, duh kok romantis
ya?
Iya, kalau yang dulu kita tau, teman sehidup semati itu pasangan, pasangan lawan jenis, yang
nantinya menjadi satu atas restu Allah dalam ikatan yang sah.
Setelah saya mencoba mencari, saya menemukan arti lain
mengenai teman hidup.
Teman hidup itu juga adalah saudara-saudara se-Iman. Saudara
se-Islam.
Yap, teman
sekolah, teman kuliah, teman main, teman medsos.
Mereka juga masuk dalam kategori teman hidup. Teman semasa kamu hidup.
Dan teman itu bila sudah se-Iman, maka dia naik tigkat menjadi
saudara.
Tiap muslim itu bersaudara.
Saudara itu orang yang akan selalu menolong kita, orang
yang akan ikut bersedih dengan kita, dan orang yang akan berbagi bahagia dengan
kita.
Beberapa bulan terakhir, saya dan beberapa teman mulai
mencoba mengatur kembali cara persaudaraan antar kita.
Kita mulai mencoba menelisik,
kita mulai mencari dan mulai mempraktekkan.
Yap, kita mulai
mencoba untuk membahas masalah agama, dalam artian, bukan langsung ngomongin hal berat. Kita mencoba mulai
belajar bersama dari bawah, mulai mencoba introspeksi bersama dimulai dari diri
sendiri. Kita mulai berbagi informasi, dan kita mulai mempunyai cita-cita yang
terdefinisi.
Kalau dulu kita membahas mengenai full of dunia,
“Nanti kita kerja gimana ya?”
“Nanti aku mau tinggal dimana ya?”
“Eh, si ini lho sekarang begini, aku kok mau ya.”
Dan masih banyak lagi. Namun, setelahnya, berkat rahmat
Allah SWT, kita mulai merubah mind set
bersama, bahawa “Allah sudah menuliskan semunya di Lauhul Mahfuzd”
Kita mulai menyadari bahwa,
“Saudaraku, ayo bersama-sama meraih surga!”
Hal ini saya rasakan berdampak sangat positif.
Seperti nasehat yang selalu kita dengar,
“Kalau kamu berteman dengan penjual minyak wangi, maka kamu
akan kecipratan baunya juga”
Kalimat di atas, sudah pernah saya dengar sejak duduk di
bangku SD, namun setelah 15 tahun kemudian, saya baru merasakan bahwa itu
adalah nasihat paling baik dalam hidup saya, kenapa tidak dari dulu saja saya
menghayati kalimat tersebut.
“Bila ingin mengetahui seseorang itu seperti apa, maka
lihatlah dengan siapa dia berteman.”
Teman itu, tempat berbagi, tempat berdiskusi, dan tempat saling
memberi. Mungkin teman tidak selalu sejalan dengan kita, tapi as you know, teman yang baik itu tak
pernah mau melihat kita terpuruk.
Kadang kala, saat teman memberi kita saran kita menganggap
itu “ah apasih,” tapi, teman itu yang
paling mengerti kita.
Beberapa mungkin ada yang berpikir,
“Yang lebih mengerti saya orang tua saya dong.”
Saya tidak menganggap itu salah, tapi saat nanti kamu berjihad menuntut ilmu jauh dari orang tua,
maka temanlah yang akan mengerti kamu.
Saling memberi semangat, saling sharing kebaikan, dan saling melengkapi dalam kurang, merupakan friends goals, Allah menciptakan saudaramu
agar ada yang mengingatkanmu, agar ada yang menjagamu, dan agar ada yang
menguatkanmu.
Maka sahabat, mungkin tidak selamanya apa yang orang
pikirkan juga apa yang kita pikirkan, namun, semua hal baik dari mereka adalah
atas izin Allah. Hidayah itu bisa datang dari mana saja, hanya masalahnya,
siapkah kita untuk menjemput.
Actually, siap itu
memang harus, Allah ingin engkau semakin dekat denganNya, sehingga bisa saja Ia
mengirim hidayah lewat saudaramu, temanmu.
Jadi, ayo,
Bila pertemanan antar kita tidak mendekatkan diri pada
Allah, mari sama-sama berbenah.
Bila pertemanan antar kita tidak mendekatkan diri pada Allah
, mari sama-sama berdoa.
Allah itu Maha Pengampun,
Bila nantinya tetap sama, Wallahua’lam, tapi yang pasti, setiap muslim itu harus saling
mengingatkan dan saling menghargai.
Jangan sampai ada permusuhan yang berarti.
Kalau kita bisa menjadi teman se-hidup, kenapa enggak buat jadi teman se-surga?
Wassalamualaikum. :)
Umara Hasibuan (Malang, 24 November 2017)
Komentar
Posting Komentar