SENINKU, SIALKU..
karya : Umara Hasmarani Rizqiyah Hasibuan
Tett…
Tett…
Aish. Hey,
ayolah, ini bukan saat yang tepat untuk si benda mesin itu berbunyi. Ini masih
subuh dan mataku sangat berat untuk terbuka. Bayangkan saja, semua kalangan
juga tahu kalau hari ini adalah langganan bagi si virus “hate monday” datang,
dan jangan salahkan aku, aku juga terserang virus
itu tiap Senin, dan sekarang si benda bulat berjarum tiga itu masih sanggup
bernyanyi dengan rasa tak berdosa, melengkingkan sura aneh itu? Aku benar-benar
berharap agar hari Mingguku yang berharaga dapat kembali, lalu aku tetap dapat
menggulung diri dalam selimut dan kembali terbang ke alam mimpi. Tapi sekarang
itu hanya angan, karena percuma saja aku mengabaikan alaram itu, karena bila
tidak bangun segera, alaram lain pasti akan berbunyi. Ya suara ibuku akan
menjadi pengganti alaram itu nantinya, jadi lebih baik sekarang aku bangun. Kali
ini aku benar-benar bangun, agak terkejut juga karena aku masih punya tenaga
untuk tegak dari tempat tidur, padahal otakku sudah berteriak minta tidak
bangun, namun badanku justru menentangnya, dan kini aku benar-benar bangun.
Seusai melaksanakan
rutinitas pagiku, aku kembali mengecek barang-barang yang akan aku bawa, yang paling
penting adalah topi. Aku kembali mengeceknya dan ternyata topi itu masih ada di
dalam tas. Sampai saat ini, topi itu belum pernah tesentuh mesin cuci
sekalipun, jangankan mesin cuci, air saja tidak pernah. Terserah deh, mau
dibilang jorok kek, aku sengaja tetap meletakkannya dalam tas, karena aku
adalah orang pelupa. Sebenarnya tidak terlalu pelupa, tapi tetap sajakan. Untuk
menjaga-jaga agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Senin memang
hari yang sial, aku sudah memilihnya menjadi hari sial sejak duduk di kelas 2
SMP. Hari ini juga begitu, mengingat dari dati aku terus-terusan menarik
oleh-oleh musim hujanku. Aku terkena flu, flu barat. Suaraku sudah seperti orang
sumbing, aku bicara seolah-oalh sedang menutup hidung. Awalnya, aku tidak ingin
dating ke sekolah, namun saat aku sadar hari ini adalah jadwalnya kuis
Matematika, aku harus pergi. Nilai Matematikaku sudah buruk, dan aku tidak mau
nilaiku makin anjlok karena aku tidak mengikuti kuis harian Pak Vetras.
“Qil, aku belum
belajar matem ha..” aduku pada gadis yang duduk di sampingku. Aqilla Hanif
Salsabilla.
“Emangnya kau
kira aku udah Um? Aku aja nggak masuk do waktu bapak tu jelasin, gara-gara siapin
madding untuk lomba” dia menjawab dengan muka kesal serta raut wajah khawatir.
“Ndeeh, udah ha,
pasrah aja lagi lah” aku menutup percakapan kami dengan melototi catatan
matematikaku yang sudah berubah warna di ujungnya akibat terkena tumpahan air.
***
Aku membaringkan
tubuhku di atas kasur dengan masih tetap menggunakan pakaian sekolah lengkap. Otakku
kembali memutar beberapa kejadian sial yang aku alami hari ini. Pertama, aku
harus terus berusaha mencari waktu yang tepat untuk membuang oleh-oleh musim
hujanku, hidungku bahakn terasa sangat perih. Kedua, aku benar-benar harus
menarik nafas panjang. Nilai kuis Grafik Trigono Matematikaku berada pada
posisi ‘68’, apakah nilai itu harus disyukuri? Sepertinya memang iya,
setidaknya dia masih berkepala 6, walaupun aku lebih suka apabila dia berkepala
7, dan itu fix, aku akan bertemu wali kelasku lagi hari Jumat nanti. Belum cukup sampai di situ saja, sepulang sekolah aku lewat di dekat Mall
SKA, rajanya macet. Aku duduk di jok Honda sambil meratapi lampu lalu lintas
yang tetap berwarna merah. Tiba-tiba “Tiiiiiiiiiiiit” wah, suara apa itu? Aku yang
sedang melamun sontak kaget mendengar suar aneh itu. Ternyata suaranya berasal
dari mobil hitam itu. Aku merutukinya di dalam hati. Aku kembali tenang, lalu
tiba-tiba “byurr” hei what the … air coklat itu terciprat di sepatu hitamku,
semuanya akibat dari si benda kuning besar itu. Bus Transmetro, apakah dia tahu
kalau sepatu ini masih akan ku gunakan lima hari kedepan,,, hmmm..
***
Aku menarik nafas dalam. Kemudian mengeluarkannya
secara perlahan. Aku banar-benar berharap beban hari ini akan terangkat semua.
Komentar
Posting Komentar