Langsung ke konten utama

Coba Fikir Kembali

Pagi ini terapi akupunktur untuk yang kesekian kali. Sembari di aku-pressure sama Bu Dokter, Bu Dokter cerita.
"Ada pasien saya, dia itu pinginnya abis minum obat sekali dua kali, langsung sembuh gitu. Kan nggak bisa ya. Kasian beliau, udah nyobain berobat kesana kemari, tapi ya gitu maunya hasilnya instan. Saya sampaikan aja, kalau mau yang langsung ada pengaruh nya ke Rumah Sakit aja. Kalau pakai terapi herbal begini memang lama."
Saya menyimak penyampaian Bu Dokter, iya sih, saya paham keinginan ibu itu. I feel what she feel.

"Kita itu kan sebenarnya sembuh itu dari diri kita sendiri. Kita harus bisa 'deal' dengan keadaan. As long as we don't deal with ourself , sembuh itu makin jauh. Kita harus ikhlas dulu, harus berdamai dulu dengan keadaan. Baru setelah itu kita bisa tenang. Tubuh kita itu bisa memproduksi analgetik sendiri, yang dapat mengurangi rasa sakit. Jadi kita harus tenang dulu." Kata-kata Bu Dokter menusuk saya satu kali. Saya sadar bahwa, even sampai sekarang pun saya masih belum bisa ikhlas sama ujian yang Allah kasih.

"Kadang kita mikir, 'kenapa harus saya ya Allah', padahal siapa tau Allah itu memberi kita ujian untuk mengabulkan doa-doa kita. Kita minta diberi keikhlasan, diberi kesabaran. Ya kan nggak merta-merta Allah kasih sabar yang banyak gitu. Allah salurkan sabar itu lewat ujian ujian, salah satunya sakit" 
"Kadang kita berpikir, 'kenapa ujiannya datang disaat-saat emas, kenapa timingnya nggak pas sama sekali. Padahal kita tu nggak tau rencana Allah itu kayak gimana. Kita harusnya bisa lebih tawakkal"
"Mungkin, Allah kasih kita sakit sekarang itu, supaya lebih bisa kumpul sama keluarga, bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan orang tua. Siapa tau kalau nanti kita sudah bekerja, kerjanya yang memakan waktu, kita ga bisa pulang. Pokoknya percaya aja sama rencananya Allah"

Serangkaian kalimat itu menusuk saya berkali-kali. Tak terasa air mata saya menetes, mengingat bagaimana seringnya saya menyalahkan keadaan. 
Berpikir kenapa harus saat ini Allah berikan ujian. Kenapa harus saya yang diberi ujian. Kenapa rasanya tidak adil sama sekali buat saya.
Pikiran-pikiran kotor itu terus menerus mengelilingi otak saya. 

"Jadi kalau kita belum ikhlas, berarti dipertanyakan keimana kita sama Allah. Apakah selama ini iman kepada Allah itu hanya sebatas di mulut saja? Kalau sudah Allah kasih ujian, baru kita bisa mengevaluasi diri. Seyakin apa kita sama takdir Allah."

Saya nggak bisa berkata-kata lagi, ternyata setipis itu keimanan saya sama Allah. Cuma di mulut saja, tapi tidak saya laksanakan dalam perbuatan, dan belum saya yakini dalam hati.

Allah, Allah, Allah,

Pekanbaru, 16 Nov 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 2020

Di akhir tahun 2019 lalu, saya sakit, sempat dua kali masuk Rumah sakit dan bukan dalam hitungan waktu yang sebentar. Sempat masuk di RS Malang, lalu ternyata masih berlanjut saat tiba di Pekanbaru. Kalau boleh dibilang, 2020 itu tahun yang paling berat. termasuk untuk saya sendiri. Setelah heboh dengan Covid di Indonesia, saya sebenarnya merasakan manfaat dari itu. Saat sakit di Masa Pandemi, saya nggak perlu kasih alasan ini itu ke teman-teman yang ngajakin keluar, saya bisa simpan rasa sakit saya sendiri di rumah. Penyembuhan juga semakin lebih efektif karena ditemani ibu. Ibu yang selalu jagain dan Ayah yang selalu nemenin. Di akhir tahun 2020, I got My first job as an intership Architect di FCS Architect Studio, Sempat down sekali waktu itu, karena merasa tertinggal jauh dari teman-teman. Melihat teman-teman yang udah pada kerja, atau udah lanjut kuliah lagi, dan saya masih gini-gini aja. Yang paling teringat di benak saya itu, Saya anak pertama, ada dua adik saya di bawah, bagai...

Ngabuburit Sore ini

Hari ini, setelah telfon ayah tadi pagi, dikasih tau, kalau Dek Nuku mau kuliah di Jawa aja, Alhamdulillah, semua tempat menuntut ilmu itu baik, niat yang baik insyaaAllah diberkahi Allah. Sore itu, sekitar 35 menit sebelum Adzan Maghrib di Malang, saya menghubungi Nuku buat sekedar sharing , obrolan kami mulai berlanjut ke masalah teman-teman lama saya yang juga dia kenal. "Bang ini udah lahir lho kak, anaknya, kawan kakak waktu SD kan?" "Eh iya deh, Alhamdulillah kalau gitu" "Kakak yang itu juga Desember ini mau nikah kak" "Iya??? MasyaAllaaaah, tabarakallah" "Tulah, kakak aja yang belum" "Menurut Nuku kakak bagusnya kek mana?" "Kalau aku ya terserah kakak, tapi baiknya kakak cepat nikah aja" "Kenapa kayak gitu?" "Supaya tanggung jawab Ayah berkurang, kan kalau misalnya kakak keluar rumah ndak pake jilbab, Ayah juga yang dosa" "Iya sih, tapi kan kakak pake jilbab terus" ...

Anak Arsitektur ambil Arsitektur Lanskap opposite atau liniear sih?

Hello... It's me agaiiinnn Umara Udah lama banget ga pernah apdet tulisan di blog, kali ini pengen sharing karna ada beberapa orang yang lagi aktif nanya nih di DM instagram maupun WA. Saya mahasiswi S1 Arsitektur UIN Malang yang lulus tahun 2019, dan saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Arsitektur Lanskap IPB, banyak yang nanya, "Susah ngga sih masuk IPB?" "Arsitektur ambil Lanskap worth it ga sih ?" "Susah nggak kuliah di Lanskap?" Well, I will answer one by one . Pertama, masuk di IPB engga sesusah itu, engga ada tes tertulis ataupun tes wawancara,  tapi yang baru saya sadari di semester tiga ini, keluar dari IPB sulit cuuuy , wkwkwk sulitnya karna ada banyak banget yang harus diselesaikan buat ujian tesis. Kayak harus menghadiri seminar dari rumpun  ilmu lain, dan harus submit jurnal minimal SINTA2. Kedua, Arsitektur ambil Lanskap ilmu yang sejalan ga sih ? Well , ini agak bertolak belakang sebenernya , karna biarpun sama-sama Ars...