Langsung ke konten utama

Liku Liku Merantau

Sebenarnya sudah lama rasanya ingin menuangkan ini dalam tulisan. Tahun ke empat menjadi mahasiswa perantauan saya mulai menyadari seberapa besar pengaruh merantau pada diri saya.
Jauh dari rumah bukan hal mudah, pertama kali menuju Malang, kepergian saya disertai doa dan air mata ibu dan ayah. Saya sudah akan memulai hidup bersosialisasi yang jauh. Tak lagi sering diganggu sama permintaan ini itu dari si bungsu. Atau, tak lagi mengajarkan hitungan sederhana untuk si bungsu sembari menunggu isya.
Ujian paling berat berada jauh adalah ujian ketebalan iman. Kenapa harus iman? Tak bisa dipungkiri saat waktu tidur terkuras di malam hari, ada ibu yang siap sedia membangunkan saat Subuh. Atau ada yang mengingatkan untuk Dzuhur dan Ashar. Atau mengingatkan membuka mushaf setelah Maghrib, dan juga larangan memutar televisi sebelum semuanya melaksanakan Isya.
Kalau jauh, tak lagi ada yang membangunkan Subuh selain alarm dan juga Adzan, menjadi mudah untuk mengulur waktu Dzuhur dan Ashar, menjadi amat longgar untuk memilih membaca Al-Qur'an walau hanya satu ayat setelah Maghrib. Atau menjadi gampang mencari tontonan YouTube sembari menunggu Isya, dan berakhir dengan tertidur dan masih menggunakan mukenah.
Semua hal itu benar-benar menjadi satu hal yang terlihat sepele tapi menakutkan. Sekuat apa kemampuan dalam menahan godaan syaitan, belum lagi kalau misalnya tinggal sendiri di kamar kos kosan. Satu satunya batasan adalah kesadaran diri sendiri untuk harus menjadi apa. Menjadi baik, atau menjadi sebaliknya.
Sulit memang, namun menjadi mahasiswa berarti sama dengan menjadi dewasa. Mulai melihat sesuatu tak lagi hanya dari dunia.
Ada banyak teman-teman yang setelah saya perhatikan menjadi sangat bijak dalam membuat keputusan setelah melewati liku mahasiswa. Ada banyak teman yang menjadi menyenangkan dalam diskusi karena pengetahuan yang selalu bertambah. Hal ini yang menjadi pondasi kokoh dalam mempertahankan iman yang mungkin saja tak seberapa, tapi menjadi baik adalah sesuatu yang tak ternilai harganya.

Umara Hasibuan
Malang, 13 Maret 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 2020

Di akhir tahun 2019 lalu, saya sakit, sempat dua kali masuk Rumah sakit dan bukan dalam hitungan waktu yang sebentar. Sempat masuk di RS Malang, lalu ternyata masih berlanjut saat tiba di Pekanbaru. Kalau boleh dibilang, 2020 itu tahun yang paling berat. termasuk untuk saya sendiri. Setelah heboh dengan Covid di Indonesia, saya sebenarnya merasakan manfaat dari itu. Saat sakit di Masa Pandemi, saya nggak perlu kasih alasan ini itu ke teman-teman yang ngajakin keluar, saya bisa simpan rasa sakit saya sendiri di rumah. Penyembuhan juga semakin lebih efektif karena ditemani ibu. Ibu yang selalu jagain dan Ayah yang selalu nemenin. Di akhir tahun 2020, I got My first job as an intership Architect di FCS Architect Studio, Sempat down sekali waktu itu, karena merasa tertinggal jauh dari teman-teman. Melihat teman-teman yang udah pada kerja, atau udah lanjut kuliah lagi, dan saya masih gini-gini aja. Yang paling teringat di benak saya itu, Saya anak pertama, ada dua adik saya di bawah, bagai...

Ngabuburit Sore ini

Hari ini, setelah telfon ayah tadi pagi, dikasih tau, kalau Dek Nuku mau kuliah di Jawa aja, Alhamdulillah, semua tempat menuntut ilmu itu baik, niat yang baik insyaaAllah diberkahi Allah. Sore itu, sekitar 35 menit sebelum Adzan Maghrib di Malang, saya menghubungi Nuku buat sekedar sharing , obrolan kami mulai berlanjut ke masalah teman-teman lama saya yang juga dia kenal. "Bang ini udah lahir lho kak, anaknya, kawan kakak waktu SD kan?" "Eh iya deh, Alhamdulillah kalau gitu" "Kakak yang itu juga Desember ini mau nikah kak" "Iya??? MasyaAllaaaah, tabarakallah" "Tulah, kakak aja yang belum" "Menurut Nuku kakak bagusnya kek mana?" "Kalau aku ya terserah kakak, tapi baiknya kakak cepat nikah aja" "Kenapa kayak gitu?" "Supaya tanggung jawab Ayah berkurang, kan kalau misalnya kakak keluar rumah ndak pake jilbab, Ayah juga yang dosa" "Iya sih, tapi kan kakak pake jilbab terus" ...

Anak Arsitektur ambil Arsitektur Lanskap opposite atau liniear sih?

Hello... It's me agaiiinnn Umara Udah lama banget ga pernah apdet tulisan di blog, kali ini pengen sharing karna ada beberapa orang yang lagi aktif nanya nih di DM instagram maupun WA. Saya mahasiswi S1 Arsitektur UIN Malang yang lulus tahun 2019, dan saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Arsitektur Lanskap IPB, banyak yang nanya, "Susah ngga sih masuk IPB?" "Arsitektur ambil Lanskap worth it ga sih ?" "Susah nggak kuliah di Lanskap?" Well, I will answer one by one . Pertama, masuk di IPB engga sesusah itu, engga ada tes tertulis ataupun tes wawancara,  tapi yang baru saya sadari di semester tiga ini, keluar dari IPB sulit cuuuy , wkwkwk sulitnya karna ada banyak banget yang harus diselesaikan buat ujian tesis. Kayak harus menghadiri seminar dari rumpun  ilmu lain, dan harus submit jurnal minimal SINTA2. Kedua, Arsitektur ambil Lanskap ilmu yang sejalan ga sih ? Well , ini agak bertolak belakang sebenernya , karna biarpun sama-sama Ars...