Sebagai seorang mujahidah, jihad
menuntut ilmu di jalan Allah, saya mulai merasakan banyak perbedaan dalam tiap
langkah saya. Berada jauh dari keluarga, dan mulai mengatur tingkat
produktivitas sendiri, membuat saya mulai memahami arti dari belari. Kenapa berlari?
Karna berlari itu butuh banyak respon kerjasama antar tubuh. Dari pengelolaan
pernapasan, pengelolaan langkah, dan pengelolaan emosi. Itu juga yang saya
pahami tentang menjadi sigle fighter
dalam daily activities saya.
Beberapa tahun yang lalu, saya masih di bawah ketiak Ibu dan Ayah, di
bawah ketiak means, saya terbiasa
melakukan semua hal dengan bimbingan.
Ibu, terlalu dalam
rasa yang saya rasakan saat kata itu terlontar.
“Buk, baju
kakak yang kemarin dimana ya?”
“Buk, kok ini
begini sih?”
“Buk, kakak
mau beli ini dong”
“Buk, kakak
mau ini”
“Buk, kakak
mau yang itu”
“Buk, nanti
bangunin jam segini ya”
“Buk,”
“Buk,”
“Buk.”
Dan masih
banyak yang lainnya.
Ibu menjadi
semua hal mendasar yang saya alami,
Menjadi guru
dan menjadi bidadari dalam seluru waktu.
Menjadi Ibu
dan menjadi ratu dalam seluruh waktu
Menjadi indah
dan menjadi sempurna dalam seluruh waktu
Ibu seperti tempat mengadu paling sempurna, Ibu seperti tempat menangis
paling ideal. Rasanya kalau semua rasa yang mengganjal di hati saya sampaikan
pada Ibu, Masyaa Allah, rasanya semua beban hilang. Biarpun Ibu cuma kasih
semangat sedikit doang, Maha Besar
Allah, rasanya jiwa saya penuh.
Sempat beberapa waktu lalu, saya merasa kehilangan semangat untuk
berjuang, saya merasa kehilangan diri saya. Dan satu-satunya orang yang dapat
mengembalikan semangat ya Ibu, walaupun saya telfonin jam 11 malam, karena nggak dapat ide untuk rancangan, Ibu
masih rela bangun untuk mendengar keluh kesah saya, saya menjadi merasa besar
lagi setelah Ibu memberi semangat. Rasanya mendengar Ibu bilang “Iya sayang,” duh, rasanya termometer semangat saya
makin naik. Makin panas dan siap buat perang, wkwk, alay nggak sih, tapi that’s
what I feel.
Ibu seperti
dokter paling hebat. Setelah jauh, Ibu selalu bilang,
“Minum vitamin
Nak cinta”
“Banyak-banyak
minum air putih”
“Beli buah
sayang”
“Jangan sampai
ndak makan”
Dan masih
banyak lainnya,
Bila sakit, rasanya kalau sudah konsultasi ke Ibu itu, penyakitnya wush langsung hilang. Kadang mulai
berpikir,
“Kasih tau Ibu
nggak ya, kalau saya sakit?”
“Jangan deh,
nanti Ibu khawatir”
“Eh tapi,tetep pingin kasih tau”
Akhirnya mulai
lah bercerita, Ibu pasti khawatir, saya mengerti, tapi Ibu seperti obat yang
Allah kasih untuk seluruh anak. Ibu seperti membawa suasana sembuh walau hanya
suaranya saja.
Ibu, orang yang paling khawatiran, pasti Ibu bimbang.
Ibu memang bukan mantan mahasiswi sigle fighter seperti saya, Ibu itu
bungsu, paling disayang sama kakek, nenek, dan saudara-saudarnya. Bungsu perempuan
itu paling lembut hatinya. Namun, setelah menikah dengan Ayah, Ibu menjadi
super tangguh, langsung jauh, langsung tinggal beda pulau dari orangtua, Ibu
sudah menjalankan tugas dengan baik sebagai bidadari Ayah.
Saat ini, Ibu harus membiarkan seluruh putra-putrinya jauh. Ibu dengan
hati lembutnya, mengusap kepala penuh sayang dan mengalirkan air mata haru. Ibu
tau, karna kami, adalah mujahid pejuang agama Allah. Ibu tau, restu Ibu adalah power paling kuat untuk kami bisa terus
melangkah.
Ibu tak mau, sedihnya menghambat kami meraih cita, karena beliau
memahami, bahwa senyumnya adalah hadiah penyambutan terbaik untuk segala hasil
yang kami dapat.
Tak banyak
kata yang mungkin bisa saya ungkap untuk Ibu,
Tapi yang
pasti semua kata itu dipastikan adalah maaf dan terima kasih
Maaf karena
suka bikin susah
Maaf karena suka
bikin jengkel
Maaf karena suka
bikin kahwatir
Maaf karena jarang
bantu di rumah
Maaf karena
terlalu banyak nasehat Ibu yang saya abaikan
Maaf karena
terlalu sering merisaukan pikiran Ibu
Maaf karena
belum jadi anak yang taat
Maaf karena
terlalu rapuh
Maaf bila
terlalu angkuh
Terimakasih menjadi
yang terindah
Terimakasih menjadi
the best ever
Terimakasih sudah
mendengar keluh
Terimakasih
sudah menghapus peluh
Terimakasih untuk
menjadi tangguh
Terimakasih atas
segala nasehat
Terimakasih
Terimkasih
Terimkasih
Umara Hasibuan
Malang, 22
Desember 2017
um aku terharuu...
BalasHapusso do I, hehehe, soalnya waktu nulis sambil bayangin ibuku :')
Hapus