Sudah hampir dua Minggu saya menempuh pendidikan magister di IPB, biarpun daring tapi ilmu yang di dapat memang tak setengah setengah.
Saya mulai sadar, kalau dulu temen-temen kuliah di UIN kayaknya pada santai dan hanya satu dua saja yang terlihat ambisius untuk nilai. Itu juga ga ada saling jatuh-menjatuhkan. Tapi setelah di IPB, semuanya seolah berbalik 180 derajat. Temen temennya semua rata-rata dari universitas ternama yang pinter nya ga ketulungan. Niat belajar mereka juga besar, saya yang hanya apalah ini, seperti harus berlari supaya bisa sampai garis "start" sedangkan teman yang lain nampaknya merangkak juga sampai ke garis "finish". Dan walau mereka sadar bahwa mereka bisa sampai ke garis "finish" dengan merangkak, tapi semuanya berlari, tinggallah saya di belakang yang masih berusaha menggapai garis "start".
Kenapa saya bilang begini, karena sistem pengumpulan online ini terkadang lewat Google Drive yg dapat diakses banyak orang, kita bisa lihat hasil kerja teman kita. Saat itulah saya benar benar merasa bahwa lari saya kurang kencang. Saya masih terlalu jauh untuk beriring dengan yang lain. Saat dosen nyuruh "A" teman teman yang lain pada bikin "A+B+C+D" yang dimana saya buat bikin "A" aja harus luntang-lantung berusaha.
Sarjana dan Pascasarjana memang dua pilihan yang tak beriringan, seringnya Sarjana hanya sebatas "yang penting kuliah" sedangkan Pascasarjana ada diurutan "Ini pilihan sendiri dan nggak ada pilihan buat melarikan diri".
Hari ini, genap dua minggu saya belajar, masih banyak waktu untuk meng-upgrade diri, masih banyak waktu untuk improvisasi diri, dan masih banyak waktu untuk introspeksi diri pastinya.
Minggu, 21/02/21
Komentar
Posting Komentar