tanpa judul
“hmmm..
ganteng banget sih tu cowooo” aku memperhatikan cowok tinggi di ujung sana. Aku
sudah lama mengaguminya. Sangat meganguminya, dia itu tinggi, putih, ganteng
pulaaaa, tapi cuma satu masalahnya dia itu dodol.
“Ran!
Udah dong liatin Naufal nyaaa, karatan ni gue nungguin lo,” aku tersenyum
menanggapi perkataan Avi barusan. Aku memang salah menyuruhnya menemaniku saat
jam istirahat hanya untuk melihat Naufal apa lagi sekarang tak ada Galih.
“sory
Vi, abis gue ketagihan banget liat tampang gantengnyaaa” kataku tak mau kalah.
Kadang aku memang sedikit berlebihan!
“lebay
lo Ran! Paling juga ntar lo nggak suka lagi ama dia,” hmmm, sejenak aku
berfikir. Memang benar sih, aku sudah sering tertarik sama cowok, dan paling
itu cuma bertahan tiga hari. Soalnya orang yang aku suka itu, udah punya pacar.
“lo bener juga
sih Vi,,”
“kalau gitu,
ayuk ahhh ke kantin! Nanti lo jadi sedih lagii”
“ah elooo!
Yaudah gue tau kok, lo itu bukan perhatian ama gue kan, tapi ama perut lo niii,
iyakan? Trus juga karena Galih lagi nggak main kan?” huh, aku hapal betul
tingkah bocah satu ini. Kami sudah berteman sejak SMP, dan kami sudah saling
mengerti satu sama lain. Aku sering bercerita pada Avi mengenai masalah pribadi
ku, begitu juga dengannya. Kami punya kesamaan, sama sama sering galau karena
cowok. Tapi kalau aku galau paling bentaran aja, beda ama Avi. Temenku yang
satu ini, cantik, langsing, dan baik. Aku beruntung memiliki teman seperti dia.
Mantannya Avi itu ada banyak, beda dengan aku yang belum pernah pacaran. Jadi
kadang Avi sedikit muak bercerita denganku, karena sudah dipastikan aku tidak
akan mengerti.
“ah elo Ran, tau
aja. Ayo dooong, lapeeer”
“ngapain lo
ngajak gue, lo ajak no pangeran lo yang tercinta, Galih”
“ah apa sih, dia
itu cuma gebetan Rani, belum jadi pacar gue. Lagian kan lo tau dia nggak ada di
lapangan.”
“ hehe,, Avi ayo,
semangat! Gue yakin lo bisa taklukkan si Galih” aku memberi Avi semangat.
Sedangkan dia hanya tersenyum dan menarikku dari belakang semak dekat lapangan.
Aku dan Avi memang sering bersembunyi di situ, bila ingin melihat Naufal dan
Galih bermain sepak bola. Selain aman, disana juga nyaman. Ada bangkunya.
Oh iya, namaku
Rani, Rania Nadif. Aku bersekolah di SMA 7 Kemayoran. Sekarang aku duduk di
kelas X. benar, aku ini baru masuk SMA. Bahagi rasanya jadi anak SMA. Sekarang
aku masih berteman dekat dengan Avi, Siska Pahlavi.
“huh! Akhirnya
selesai juga belajarnya. Bosen gue,,,”
“ah elo Vi. Baru juga belajar dua bulan.”
“yah, elo mah
enak Ran, semuanya masuk, nah gue, masuk kanan keluar kiri:”
“makAnya belajar
dong sayyy”
“iyo cintaaa, eh
yuk, nanti Galih keburu pulang”
“iyooo”
Selesai belajar,
biasanya kami langsung melakukan ritual khusus kami. Yaitu melihat kedua pujaan
kami bermain bola. Mereka itu satu angkatan di atas kami. Aku dan Avi, sangat
menyukai mereka, maksudnya, aku suka Naufal, Avi suka Galih.
“eh, pulang yuk
Vi,”
“hah! Apa Ran?”
“pulang yuuuk”
“lo nggak mau liat
Naufal lebih lama lagi Ran?”
“enggak ah.
Abang gue udah jemput ni. Ntar dia ngamuk lagi kalau gue kelamaan pulang”
“ya udah, pulang
ama gue aja!”
“bener? Tapi
besok ya Vi. Sekalian lo jemput gue di rumah,”
“kenapa?”
“abang gue besok
mau ke Yogya. Mau lanjutin kuliah”
“ooo, jadi abang
lo kuliah disana. Ya udah lo ke depan aja. Kayaknya Naufal udah selesai tu
mainnya, tu liat.” Avi mengarahkan dagunya pada cowok dengan kaus putih oblong
dan celana SMA.
“ok, dia pergi,
gue juga pergi. Dah Aviii, lo liatin deh tu si Galih ampe muntah. Ikhlas gue,,”
“ok. Eh tapi
jangan lupa besok gue jemput pagi ya neeng,” Teriak Avi dari tempatnya. Aku
hanya tersenyum mengangguk.
Aku masih tersenyum
sendiri, mengingat bahwa saat aku ingin pulang, eh taunya Naufal juga mau
pulang, serasa jodoh deeeh. Huh! Sayang! Coba aja Naufal itu nggak tergolong
anak eksis di sekolahan, pasti aku berani deketin dia. Tapi dia itu salah satu
cowok paling dikejar di sekolah. Biarpun di urutan pertama ada Brian, si cowok
bule, trus kedua ada Hatta, kakak kelas tiga, dan yang ketiga baru Naufal,
setelah itu disusul ama yayangnya si Avi. Kalau dipikir-pikir, kayaknya ini
bakal jadi kayak dulu lagi deh. Iya!, kayak dulu, setiap orang yang aku suka
pasti udah punya pacar. Makanya sekarang aku nggak terlalu mengharapkan hal
lebih dari si Naufal. Cukup mengagumi saja.
“uy, neng! Cepat.
Ada janji niiih!” aku hampir saja lupa, bahwa di dalam mobil itu ada abangku,
“iya,” lalu aku
berlari menuju ke mobil, “Rani diantar pulang dulu ya baaang” setelah masuk
mobil, aku berharap agar abangku ini tancap gas menuju rumah tanpa
singgah-singgah,
“coba pulangnya
tadi lebih cepat, abang pasti antar kamu dulu” lalu abangku menjalankan mobil,
“hah, aku nggak
mau ikut abang deeeh!” aku benar-benar malas ikut abangku yang satu ini.
“duuuh Rani, kan
kamu tau besok abang udah berangkat. Jadi sekarang ada temen abang yang mau
ketemuan. Temenin bentaran aja deeh! Ya ya?”
“enggak”
“ya udah, kamu
tinggal pilih. Naik taxi, ojek, angkot, bus, atau tunggu abang dalam mobil.
Cuma itu pilihan kamu kalau nggak mau ikut masuk!”
“hah! iih!” aku
benar-benar sebal. Kalau saja ini tidak di jalan, pasti sudah kutarik semua
rambut abang ku ini sampai botak!!!
Akhirnya kami
sampai di tempat tujuan. Aku sih pernah diajak kesini sama Abangku ini, tapi
cuma satu kali. Itupun waktu SMP. Kira-kira siapa ya teman abangku ini. Bertemu
dengan teman Abang memang sudah sering, tapi setiap ketemu, pasti beda
orangnya. Abangaku ini namanya Andri, dia udah mau masuk kuliah, tapi
kelakuannya masih kayak anak-anak. Bukan hanya itu, dia itu PLAYBOY, dan yang
lebih parah, dia itu bangga dibilang PLAYBOY.
“Ran mau abang
certain nggak tentang teman abang ini?”
“nggak!”
“dia itu, cakep!
Orangtuanya juga kenal ama Mama dengan Papa. Abang sih rencananya mau jodohin
dia sama kamu!”
“hah! Nggak ah,
paling teman-teman abang playboy semua! Lagian nggak ada kerjaan banget sih
jodoh jodohin aku. Kayak aku nggak laku aja!”
“emang. Buktinya
kamu belum pernah pacaran kan.?”
“apaan sih. Kan aku
udah bilang pasti teman abang yang satu ini sebelas dua belas lah sama Abang.
Sama sama PLAYBOY”
“Bukan. kalau
yang satu ini, blom pernah pacaran!”
“masa”
“iya, biarpun
cakep. Tetep masih new kok, bukan seken! Abang kan mau ngasih adik abang yang
tercinta ini yang terbaik. Abang tau kok kamu blom pernah pacaran! Jadi untuk
first lovely kamu, abang yang cariin. Abang nggak akan biarain, cowok yang
pertama jadi pacar kamu itu seken. Karna kamu baru, kamu juga harus dapat yang
baru!” abangku ngomong panajang lebar. Kalau boleh jujur sebenarnya aku seneng
juga abangku ini mau membantu. Itu nunjukin dia perhatian.
“nggak usah deh
bang. Setau aku masalah jodoh-jodohan itu, urusan orang tua. Bukan urusan anak
18 tahun!”
“huuuu, eh tu
dia datang” aku melihat kearah tatapan abangaku, hah!! Aku nggak salah liat?
Itu mah Naufal?? Ya ampuuuuun. Dia ganteng bangeeeet. “hai Fal!” abangu
berpelukan dengannya, lalu memperkanalkan aku pada Nnaufal.“eh Fal! Ni adik
gue. Rani.” Lalu aku menyalamnya, dia balas menyalamku, aku sudah hampir
pingsan rasanya, keringat dingin dimana-mana. Setelah selesai bersalaman aku
legaaaa.
“hah! Dia ini
adik kelas gue Ndri” baru pertama kalinya aku mendengar suara pujaanku ini.
“masa sih? Kalau
gitu tadi kita ketemu di sekolah lo aja kenapa sih?”
“hehehe, gue
telat ya bro?”
“iye, telat
banget lu”
“maap, maap!”
“eh lo kok tau
adik gue?”
“kan satu
sekolah man!” mendengar perkataan Naufal, aku jadi ingin tertawa, Nampak sudah
kedodolan abangku satu-satunya ini.
“iya, lo piker
gue tolol? Maksud gue, gue itu tau lo anak eksis kan? Lo digemari cewe-cewe, eh
taunya lo kenal adik gue.”
“iya, gue sering
liat dia ama temannya duduk di taman dekat lapangan,”
“eh, Ran. ciyeee,
lo naksir Naufal ya? Ampe nunggu di taman gitu” abangku ini memang kejam!
“hehe, nggak.
Itu cuma iseng doang, soalnya di kantin terlalu ramai.” Aku menjawab dengan
jantung doki doki, (deg degan), tapi setelah aku amati. Tak ada yang berubah
dari muka Naufal, jadi makin nerveus.
“gue pikir,”
hah? Apa katanya tadi. Apa kata Naufal tadi? Tapi aku nggak boleh ge-er dulu.
Tenang Rani, tenang,,,
“eh pesen makan
deh!” kali ini abangku cukup membantu. Selama makan aku benar-benar tak tenang.
Mereka berdua memang hanya sibuk sendiri. Tapi tidak dengan mata Naufal,
matanya selalu tertuju pada ku, ya Tuhaaaaaaaaaan, help me,,,, help, help,
Sesampainya di
rumah, aku masih membahas masalah Naufal dengan Abangku. Dia bilang aku dan
Naufal cocok, tapi cuma satu kalimat yang ada di benakku, nggak mungkin! Karena
mana mungkin cowok sekeren Naufal mau sama cewek nggak keren kayak aku.
Disekolah, aku
menceritakan semua kejadiannya dengan Avi, dia sedikit shock. Tapi kemudian
mukanya kembali datar, dan satu kalimat yang sering didengar, tapi baru
sekarang aku serap “kalau jodoh nggak kemana”. Huh, andai saja Avi tau kalau
aku galau.
Hari ini saat
jam istirahat, sesuatu yang tak terduga terjadi. Naufal mendatangi kelasku.
Awalnya jantungku berdetak sedikit cepat, tapi setelah dia duduk di sampingku,
jantungku mulai nge-dance di dalam. Ya Tuhaaaaaaaaan, dan satu lagi. Dia ngajak
aku ke kantin bareng. Teman sekelasku yang lainnya cuma diam mematung. Sebagian
nggak nyangka kedatangan orang ganteng, sebagian lagi dengan pemikiran
masing-masing. Sesaat aku bingung, tapi setelah kata-kata Avi aku mulai
mengiyakan. Avi bilang, kalau aku ikut dengan Naufal, pasti dia juga makan
bareng Galih, jadi aku bisa membantu Avi untuk mendapatkan Galih. Jadi aku mengiyakan ajakan Naufal asalkan dia
makan bareng temannya, dan aku boleh mengajak Avi.
Ternyata makan
siang bareng itu hanya dinikmati oleh Naufal, Galih, dan Avi. Nggak nyangka
ternyata Avi sama Galih itu bisa cepet baget cocoknya, aku jadi kagum dengan
kemampuan memikat lawan jenisnya Avi. Mereka ngobrol asyik banget, sedangkan
aku cuma duduk dan menikmati ketoprakku, aku bingung mau ngobrol apa. Lalu aku
dikejutkan dengan Naufal, dia memanggilku pelan, tapi aku benar-benar doki
doki. Maklum, karena ini pertama kalinya aku makan dengan orang yang aku suka.
Biarpun ber-ramai tetep nerveous.
“Ran, kok diem?”
“eh, iya kak”
aku jadi salting memanggilnya dengan sebutan kakak,
“bosen ya? Kalau
bosen temenin aku main futsal yuk,”
“ehm, tapi,,,”
lalu Naufal mendekatkan mulutnya ketelingaku, aku hampir saja jantungan.
“yuk, nggak
enakkan jadi obat nyamuk” itu yang dia bisikkan, sejenak aku melirik Avi, oh!
Aku mengerti!
“hmm,” aku
mengangguk, dan berjalan keluar bersama Naufal. Dia menggenggam tanganku,aku
benar-benar doki doki,
Lalu dia
menyuruhku duduk di tempat penonton, dan dia bilang, dia dan yang lainnya
sedikit risih bila aku dan Avi melihat mereka bermain dari jauh. Aku hanya
tersenyum malu, nggak tau deh gimana muka aku sekarang.
“Ran” dia
memanggilku lembut, lalu aku menatapnya sekilas, entah aku yang salah atau apa,
tapi mimik mukanya sedikit berubah, aku nggak tau ekspresi apa itu, “aku suka
kamu, aku suka kamu sejak petama kali aku liat kamu MOS dulu. Aku benar-benar
tertarik sama kamu. Sebenarnya udah lama aku mau PDKT ama kamu, tapi aku
bingung mau ngobrol apa” aku tersentak mendengarnya, apa dia bilang tadi, suka
aku? Suka aku sudah lama?. “mau jadi pacar aku nggak?” apa??? Oh Tuhaaan apa
ini mimipi, banyak sekali kejutan hari ini. Lalu aku kembali menatapnya,
ternyata sekarang tatapannya benar-benar tertuju padaku, lalu aku menunduk
lagi, “gimana?” lanjutnya. Tak ada yang bisa aku katakana, aku bahagia! Lalu
tanpa aku sadari aku mengangguk dua kali, setelah Naufal menggenggam tanganku,
aku sadar bahwa kami telah jadian.
Lalu aku menatap
mukanya, di sana ada senyum yang menghiasi, lalu akupun ikut tersenyum.
Perlahan Naufal mendekatkatkan kepalanya kearahku, semakin dekat, dekat, dan
kemudian dengan bodohnya aku menarik diri dan bilang “disini ramai”. Lalu
Naufal hanya mengaruk garuk kepala dan pamit mau main bola dulu, aku melihat
punggungnya dengan tersenyum. Dan dia membalikkan badannya dan melirik kearahku,
dan dia tersenyum manis sekali. Lalu satu matanya dia tutup, oh Naufaal.
Aku belum
memberi tau Avi masalah ini. Biar ini jadi surpraise untuknya. Pagi ini aku
tidak menumpang dengan Avi lagi, sekarang Ayah lah yang mengantarkanku. Saat
aku dan Avi berjalan menuju kelas, kami bertemu dengan Naufal dan Galih. Lalu
Naufal menyapaku,
“hai sayang” aku
tersenyum mendengarnya, sedangkan Avi dan Galih hanya bengong,
“Ran, kok lo nggak
bilang lo udah jadian?” Avi meburuku dengan pertanyaan, setelah Naufal dan
Galih berlalu,
“iya Av, biar
surprise,”
“ih lo curang!
Gue aja belum ditembak ama Galih, kok lo udah?”
“iiih, apa sih,
mungkin itu rejeki gue Vi,”
“hmm, tapi gue
turut senang deh buat lo”
Baru saja kemarin aKu jadian sama Naufal,
ternyata satu minggu setelah itu, Avi dan Galih yang menyusul. Aku senang
semuanya bahagia. Aku berharap agar hubungnku dan Naufal bertahan lama. Karena
dia adalah First Lovely ku,,,
Komentar
Posting Komentar